Semarang, Idola 92.6 FM – Setelah digelar di Yogyakarta dan Malang dengan memanfaatkan bekas gedung-gedung tua, kini Festival Literasi dan Bursa Buku Murah “Patjar Merah” menyambangi Kota Semarang. Acara yang digelar pada 29 November hingga 8 Desember 2019 ini, digelar di Soesmans Kantoor dan Manood Diephuis & Co Kawasan Kota Lama Semarang.
Sejak awal digagas, pasar buku murah ini dikonsep untuk mengapresiasi ruang-ruang lama yang tidak terpakai untuk mengaktualisasi kembali gedung-gedung tersebut. Di Kota Lama, lokasi yang dipilih cukup ikonik karena letaknya berseberangan dengan bekas kantor De Locomotief. De Locomotief merupakan koran pertama di Kota Semarang pada zaman Hindia Belanda. Ia menjadi tempat berkumpul para kaum nasionalis pada zaman perjuangan.
Soesmans Kantoor dan Monood Depius & Co merupakan sendiri adalah bangunan bekas peninggalan kolonial Belanda yang akan segera ditetapkan menjadi takhta kota pusaka dunia oleh UNESCO pada 2020.
Nama Patjar Merah sendiri merupakan salah judul yang diambil dari novel yang berjudul Patjar Merah Indonesia di tahun 1930-an. Di dalam buku tersebut terdapat tokoh yang bernama Patjar Merah. Dia adalah seorang yang cerdik, pintar, suka membaca, dan salah satu pejuang kemerdekaan Indonesia. Patjar Merah adalah Tan Malaka.
“Spirit dari tokoh itulah yang menginspirasi festival literasi ini dinamakan Patjar Merah. Harapannya, menjadi ikon pergerakan literasi yang gemar membaca, pintar cerdik terutama dekat dengan masyarakat,” kata Khotibul Umam, Project Officer Patjar Merah Semarang.
Di sisi lain, dalam beberapa tahun terakhir ramai pemberitaan bahwa tingkat literasi Indonesia masih rendah. Hal ini menjadi motivasi tersendiri bagi Windy Ariestanti dan Irwan Bajang (pendiri Indie Book Corner) selaku penggagas Patjar Merah. Oleh karena itu lahirlah sebuah festival kecil literasi dan pasar buku keliling nusantara bernama Patjar Merah. Dengan satu misi mulia, memasyarakatkan literasi ke seluruh nusantara.
Patjar Merah menyediakan 120.000 judul buku dengan total menyentuh satu juta eksemplar. Beberapa kategori buku yang disediakan sangat beragam dari mulai fiksi, nonfiksi, pengetahuan popular, agama bahkan sampai Filsafat. “Korting yang diberikan pada konsumen sampai dengan 80%. Dengan membawa uang Rp10 ribu pengunjung sudah dapat membawa pulang buku,” ujar pegiat Wayang Tenda Nandang Wuyung ini saat ditemui radio Idola Semarang di sela-sela acara.
Dalam festival ini, Patjar Merah menyediakan ribuan buku berdiskon hingga 80 persen. Selain pasar buku, ada beberapa rangkaian acara, seperti Lokakarya Patjar, Tamasya Patjar, Panggung Patjar, Layar Patjar dan Obrolan Patjar.
Menurut Umam, literasi bukan hanya yang bersinggungan dengan dunia buku saja. Namun bagaimana seseorang memahami sesuatu. “Maka, literasi yang dihadirkan sangat beragam, ada literasi sosial media, literasi memasak, lliterasi social branding, literasi pertujukan dan sebagainya. Jadi, kami mengundang berbagai pegiat literasi yang piawai untuk kami ajak kolaborasi di festival ini. Tidak hanya terpaku pada buku dan sastra saja,” ujarnya.
Beberapa penulis dan tokoh terkemuka yang diundang, antara lain: Reda Gaudiamo, Dandhy Dwi Laksono, Yusi Avianto Pareanom, Saut Situmorang, Triyanto Triwikromo, AS Laksana, Ivan Lanin, dan Boy Candra. (Oca/Her)