Semarang, Idola, 92.6 FM – Jelang Pelaksanaan Pemilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota (Pilwakot) Semarang 2020, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Semarang mengajak Aliansi Organisasi Kepemudaan di Kota Semarang untuk melawan politik uang dan berita hoaks. Hal itu diwujudkan dalam “Deklarasi Aliansi Organisasi Kepemudaan Kota Semarang Lawan Politik Uang dan Berita Hoaks pada Pilkada 2020”, Kamis (07/11/2019) di Aula Gedung Nursing Research Center (NRC) Universitas Muhammadiyah Semarang (Unimus) Kedungmundu Tembalang Semarang.
Menurut Ketua Bawaslu Kota Semarang, Muhammad Amin, acara deklarasi menggandeng Aliansi Organisasi Kepemudaan se Kota Semarang yang dihimpun oleh DPD KNPI Kota Semarang. Tujuannya, membangun hubungan strategis Bawaslu Kota Semarang dengan Aliansi Organisasi sehingga dapat menjadi mitra dalam proses pengawasan partisipatif pelaksanaan pemilu tahun 2019 di Kota Semarang.
Melalui kegiatan ini, lanjut Amin, pihaknya berharap mampu meningkatkan kesadaran dan keaktifan generasi muda melalui organisasi yang digeluti sehingga meningkatkan jumlah pemilih dalam pelaksanaan Pilwakot 2020.
“Selain itu, juga meningkatkan kesadaran kaum muda sebagai generasi penerus dalam mengawal serta melawan politik uang dan berita-berita hoaks yang marak beredar di masyarakat,” ujar Amin. Selain Ketua Bawaslu Kota Semarang M Amin, beberapa komisioner Bawaslu Kota Semarang juga turut hadir yakni Naya Amin Zaini dan Oky Pitoyo Leksono.
Deklarasi dilakukan dengan pembacaan ikrar dan penandatanganan komitmen bersama oleh perwakilan organisasi kepemudaan yang hadir. Di antaranya, KNPI (Komite Nasional Pemuda Indonesia), FKPPI (Forum Komunikasi Putra-putri Purnawirawan TNI/Polri Indonesia), Sapma PP (Satuan Siswa, Pelajar dan Mahasiswa Pemuda Pancasila), GMKI (Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia, Pemuda Katolik, Pemuda Muhammadiyah, GP Ansor (Gerakan Pemuda Ansor), IPM (Ikatan Pelajar Muhammadiyah), IPNU (Ikatan Pelajar Nahdatul Ulama), GMNI (Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia), dan PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia).
Lawan Hoaks dan Politik Uang Perlu Kesadaran Bersama
Sebelum deklarasi Bawaslu juga menggelar diskusi panel dengan menghadirkan narasumber Komisioner Bawaslu Provinsi Jawa Tengah Dr Sri Wahyu Ananingsih, Ketua KNPI Kota Semarang Choirul Awaludin, dan Sekretaris AJI Semarang Heri CS.
Menurut Ananingsih, pihaknya berharap dengan komitmen kaum muda melalui organisasi kepemudaan dan medianya bisa mengedukasi basis massanya terkait ancaman berita hoaks dan fenomena politik uang. Pendidikan politik sangat mendesak untuk terus digencarkan karena banyak masyarakat kita gampang terombang-ambing dengan berita hoaks. Proses demokrasi kerapkali terganggu dengan banyaknya berita hoaks.
“Kami sudah menindak banyak kejadian yang terkait dengan hoaks, tapi faktanya fenomena ini tak kunjung berakhir,” ujar Ana, panggilan akrabnya yang juga koodinator Divis Penindakan dan Penyelesaian Sengketa Bawaslu Jawa Tengah.
Terkait politik uang, Ana menegaskan, ada perbedaan dalam Pemilu dan Pemilihan Kepala Daerah. Jika pada Pemilu penerima tidak dikenai sanksi, namun pada pelaksanaan Pilkada, pemberi dan penerima jika terbukti akan sama-sama dikenai sanksi. Pemberi dan penerima politik uang diancam pidana paling singkat 36 bulan dan paling lama 72 bulan serta denda paling sedikit dua ratus juta rupiah dan paling banyak 1 milyar sesuai dengan Pasal 187 A ayat 1 UU No 10 Tahun 2016.
“Memerangi politik uang juga membutuhkan kerja sama segenap elemen masyarakat termasuk organisasi kepemudaan untuk mengedukasi anggotanya dan pemilih pemula,” tuturnya.
Urgensi Pendidikan Politik
Ketua KNPI Kota Semarang Choirul Awaluddin, mengatakan, pendidikan politik sejak dini perlu dilakukan. Sebenarnya perilaku politik masyarakat kita sudah dewasa, hanya saja karena tidak ada konsistensi pilihan pada akhirnya mudah dimasuki politik transaksional
Awaluddin juga mengingatkan kepada organisasi kepemudaan yang memiliki basis masa besar untuk terus menjaga kader-kadernya untuk berpolitik secara positif. “Saya ingatkan kepada organisasi yang memiliki basis masa besar dan fanatik agar kader-kadernya dirawat supaya bisa berpolitik secara positif,” tegasnya.
Sementara, Heri CS, menuturkan, di era post-truth, hoaks sudah menjadi komoditas politik. Di banyak negara fenomena ini sudah menjadi hal biasa. “Publik Amerika Serikat juga termakan hoaks saat Pilpres dan Donald Trump terpilih menjadi presiden,”ujarnya.
Ia mengingatkan, hoaks hadir bukan hanya saat ada momentum politik seperti pilkada atau pemilu. Setiap saat kita seolah juga terpapar hoaks. Mulai dari tema SARA, kesehatan, bencana, hingga kematian. “Pada akhirnya, yang menjadi saring atau pencegahan hoaks adalah dari diri kita masing-masing,” katanya.
Heri yang juga Editor in Chief Radio Idola Semarang menambahkan, media memiliki peran penting yang memegang fungsi kontrol pada kekuasaan dan pemerintah. Media menjadi pilar keempat demokrasi. Tapi sekarang media menghadapi situasi di mana banyak para pemodal yang menguasai yang menjadikan media tidak independen.
“Korporasi media membuat paradoks fungsi media sehingga terjadi distorsi informasi kepada publik. Maka, publik juga mesti cerdas memilih media,” tandasnya. (her)