Semarang, Idola 92.6 FM – Penyelenggaraan ujian tulis berbasis komputer sebagai syarat mengikuti Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) dimulai pada Sabtu, 13 April 2019. Penekanan tes pada soal-soal yang berbasis penalaran canggih atau higer order thingking skills (HOTS). Meski hal ini telah disebutkan sejak awal di laman Lembaga Tes Masuk Perguruan Tinggi (LTMPT), sejumlah peserta ujian tak menyangka harus mengerjakan soal-soal yang berbasis penalaran canggih itu.
Beberapa soal berbasis HOTS itu antara lain: soal fisika menanyakan asal usul rumus dan kemungkinan rumus alternative suatu topic masalah. Kemudian, soal paket sosio-humaniora pada mata pelajaran Geografi siswa tak lagi ditanya definisi dan jenis gempa bumi. Namun, para siswa diminta menceritakan gempa Palu dan meminta siswa mengidentifikasi kriteria gempa bersama alasannya.
Sementara itu, Direktur Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Ismunandar mengatakan, pembelajaran di perguruan tinggi memakai metode pengembangan nalar. Kemampuan membaca, memahami, dan menganalisis harus dimiliki mahasiswa. Jadi, sejak di bangku SMA, mereka mesti terbiasa membaca teks ilmiah.
Lantas, jika memang metode pembelajaran nalar berbasis penalaran canggih atau high order thinking skills sudah diterapkan di bangku SMA, mengapa para siswa masih kesulitan ketika menghadapi soal berbasis penalaran canggih? Apa faktornya? Bagaimana mengevaluasi dan memperbaiki kondisi ini?
Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, Radio Idola Semarang mewawancara Pemerhati dan praktisi pendidikan 4.0 Indra Charismiadji. (Heri CS)
Berikut diskusinya:
Listen to 2019-04-16 Topik Idola – Indra Charismiadji byRadio Idola Semarang on hearthis.at
Listen to 2019-04-16 Topik Idola – Indra Charismiadji byRadio Idola Semarang on hearthis.at