Semarang, Idola 92.6 FM – Dua daerah di Jawa Tengah pada tahun depan, belum mencapai 100 persen kebutuhan hidup layak (KHL). Hal itu diketahui Gubernur Jateng Ganjar Pranowo saat menetapkan besaran upah minimum kabupaten/kota (UMK) 2019 di ruang kerjanya, Rabu (21/11) sore. Penetapan besaran UMK 2019 di Jateng mendasarkan pada tingkat inflasi, dan pertumbuhan ekonomi.
Ganjar Pranowo mengatakan dari 35 kabupaten/kota di provinsi ini, sebelas kabupaten/kota sepakat dengan besaran UMK 2019 sesuai dengan PP Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan. Sedangkan 23 daerah lainnya, besaran UMK 2019 naik di atas ketentuan PP 78. Yakni antara Rp232 sampai dengan Rp33.403,30.
Menurut Ganjar, dari 35 kabupaten/kota di Jateng, ada dua daerah yang belum 100 persen sesuai kebutuhan hidup layak (KHL). Yakni Kabupaten Batang dan Pati.
Khusus kedua daerah yang belum mencapai 100 persen KHL, jelas Ganjar, akan terus didorong bisa 100 persen KHL pada tahun depan.
“Kalau melihat dari yang kemarin sih tidak terlalu jauh dengan kondisi eksisting di Jawa Tengah. Jadi kita ngikuti rumusan atau formula yang ada, tentu dengan adjustment di sana sini seperti Pati dan Batang yang belum KHL kita dorong naik. Demak juga kita komunikasi, bupatinya merevisi ya kita dorong. Yang lain relatif oke,” kata Ganjar.
Lebih lanjut Ganjar menjelaskan, kenaikan UMK 2019 yang sebesar 8,03 persen memang tidak terlalu tinggi dibanding tahun sebelumnya. Pada 2017, kenaikan UMK mencapai 8,71 persen.
Sementara itu, Sekretaris Konfederasi Serikat Pekerja Nasional (KSPN) Jateng Heru Budi Utoyo akan memertimbangkan langkah menggugat hasil penetapan UMK 2019 ke PTUN. Hal itu disebabkan, buruh kecewa dengan angka yang ditetapkan tidak mendengarkan aspirasi para buruh.
“Kami usul Rp2.754.865 sedang pengusaha usul Rp2,3 juta. Bukan diambil jalan tengah, justru berpihak pada pengusaha. Kalau seperti ini, gubernur tidak pernah tahu kalau kebutuhan hidup di Semarang semakin jauh dari KHL,” ucap Heru. (Bud)