Semarang, Idola 92.6 FM – Tren peningkatan belanja daring dinilai turut mendongkrak impor barang konsumsi nasional tiga tahun terakhir. Industri dalam negeri khususnya produsen barang serupa, tergerus pasarnya dan tertekan pertumbuhannya. Pertumbuhan ekonomi nasional pun bisa terpengaruh.
Berdasarkan data We Are Sosial dan Hootsuite pada Januari 2018, pembeli barang konsumsi melalui perdagangan secara elektronik (e-dagang) di Indonesia tahun 2017 tercatat 28,07 juta orang. Angka itu naik 13 persen dibandingkan tahun 2016. Adapun total pendapatan dari penjualan barang konsumsi melalui e-dagang 2017 mencapai 7,056 miliar dollar AS atau naik 22 persen dari tahun 2016. Tren itu diperkirakan berlanjut tahun ini. BPS mencatat, impor barang konsumsi Januari-Juni 2018 mencapai 8,182 miliar dollar AS, naik 21, 6 persen dibandingkan periode yang sama 2017. Persentase impor barang konsumsi terhadap total impor juga naik dari 9 persen tahun 2017 menjadi 9,2 persen tahun 2018.
Lantas, apa yang mesti dilakukan pemerintah dengan kondisi ini? Perlukah dilakukan kebijakan pembatasan? Peningkatan impor barang konsumsi ini dipengaruhi apa? Jika ini terus meningkat trennya apa dampaknya? Siapa yang paling dirugikan? Impor barang konsumsi semester 1-2018 tumbuh 21,6 persen. Pertumbuhan e-dagang dinilai ikut berperan. Namun, impor tak serta merta bisa dibatasi jika suplai domestik kurang. Bagaimana solusinya? Apa dampak jika dilakukan pembatasan impor barang konsumsi tanpa didukung suplai domestik? Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, Radio Idola Semarang mewawancara Karman Karim (Pengusaha/Wakil Ketua Bidang Hukum dan Advokasi Dewan Pengurus Pusat Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia). [Heri CS]
Berikut diskusinya:
Listen to 2018-07-31 Topik Idola – Karman Karim byRadio Idola Semarang on hearthis.at
Listen to 2018-07-31 Topik Idola – Karman Karim byRadio Idola Semarang on hearthis.at