Semarang, Idola 92.6 FM – Peneliti senior Pusat Penelitian Politik (LIPI) Prof Siti Zuhro mengemukakan partai politik harus segera membenahi kualitas internalnya untuk mencegah korupsi yang dilakukan kadernya. Kalau dana yang dimiliki partai memang tidak memadai, negara harus hadir untuk memberikan dana.
“Ini, kan harus dirembug secara serius. Tidak hanya di DPR ketika ada rapat-rapat atau revisi Undang-undang antara pemerintah dan DPR yang difokuskan hanya desain pemilunya dan sebagainya. Substansi ini yang harus dijawab dulu. Karena kalau substansi ini tidak dijawab yang terjadi adalah terus reproduksi perilaku-perilaku yang distorsif seperti ini,” kata Prof Siti Zuhro saat diwawancara Radio Idola Semarang melalui sambungan telepon, Senin (19/02/2018).
Pernyataan ini, merespons maraknya kepala daerah yang mengikuti Pilkada namun terjerat kasus rasuah. Tercatat, dalam satu bulan, KPK telah menangkap 4 kepala daerah yakni Bupati Jombang Nyono Suharli Wihandoko, Bupati Ngada Marianus Sae, Bupati Subang Imas Aryumningsih, dan Bupati Lampung Tengah Mustafa. Sejak KPK didirikan 2004 hingga 2017 sudah ada 80 kepala daerah yakni gubernur, bupati, wali kota, tertangkap tangan.
Indonesia darurat korupsi, menurut Siti Zuhro, karena hampeir semua lini kehidupan kita menghalalkan segala cara. Membuat apapun menjadi komoditi politik. “Itu berat sekali karena era sistem multi partai mau tidak mau menyeret kehidupan kita menjadi kehidupan yang lebih kontestasi. Dukung mendukung. Tak hanya dalam pemilu, pilkada, kadang-kadang terus diteruskan. Ada like and dislike setelahnya,” tuturnya.
Menurut Bu Wiwik, panggilan akrab Siti Zuhro, ke depan, civil society dan partai politik ke depan harus hand in hand. Tidak bisa hanya mengandalkan satu saja. Menurutnya, civil society merupakan kekuatan pengimbang. Mereka adalah warga negara, tokoh-tokoh yang bisa menjadi panutan di grassroot.
“Meskipun tidak harus menjadi katakanlah pimpinan partai. Tapi civil society ini ikut menentukan. Tapi itu pun tidak nendang kalau tidak diikuti oleh keseriusan partai politik kita. Ini masalahnya. Ini yang harus dibedah tuntas,” ujar Bu Wiwik.
Menurut Bu Wiwik, kalau ujung-ujungnya dana yang dikeluhkan dan berat bagi partai politik, ini yang harus dicarikan solusinya. Biarlah partai politik di Indonesia menjadi aset negara kita supaya mereka tak melakukan petualang yang tak perlu yang akhirnya merugikan negara bangsa.
“Bahaya menurut saya. Karena pilkadanya langsung. Kalau langsungnya terus menerus dengan gaya liberal seperti ini. Hanya yang miliki akses pemodal dan sebagainya yang bisa muncul. Itu kan, akan sangat sedikit yang munucul sebagai pemimpin yang amanah. Nah, ini negara rugi kalau tak dipimpin orang-orang yang betul-betul amanah,” tandasnya.
Sementara itu, dosen Fakultas Hukum UI Prof Dr Topo Santoso mengemukakan, banyaknya kepala daerah yang terjerat kasus korupsi membuktikan bahwa lingkaran setan politik uang benar-benar nyata. Ada perputaran orang-orang yang ingin menjadi kepala daerah namun tak memiliki modal cukup sehingga melakukan segala upaya.
“Itu ada perputaran, orang-orang yang ingin menjadi kepala daerah tapi dengan modal yang tidak terlalu kuat. Lalu, ada orang-oarng yang punya kepentingan yang punya dana besar. Dia bisa support dan membiayai si kandidat tapi dengan konsesi tertentu. Apa konsesinya? Nanti Jika sudah jadi kepala daerah, minta proyek, berbagai perizinan dan minta dimudahkan, dan lain sebagainya,” katanya. (her)