Pilkada Masih Sulit Lahirkan Political Entrepreneur

Semarang, Idola 92.6 FM – Sistem pemilihan kepala daerah (pilkada) saat ini masih sulit melahirkan sosok political entrepreneur. Sebab, proses rekruitmen sistem pemilu kita belum ada yang mensyaratkan calon kepala daerah harus memiliki karakter dan kecakapan tertentu seperti halnya sosok entrepreneur.

Demikian disampaikan Budi Setyono PhD, pengamat politik dari Undip Semarang dalam acara Panggung Civil Society bertema “Menunggu Lahirnya Political Entrepreneur” yang digelar Radio Idola Semarang bekerjasama dengan Pemkab Kudus dan PP Properti, Jumat (13/4/2018) di Rooms Inc Hotel Semarang.

Selain Budi Setyono, dalam acara yang dipandu penyiar Radio Idola Nadia Ardiwinata itu, hadir narasumber: H Musthofa (Bupati Kudus), Prof Andreas Lako (Ekonom Unika Soegijapranata Semarang) dan Siswady Djamaluddin (Project Director PP Property).

Budi Setyono Ph D (Pengamat Politik Undip).

Menurut Budi Setyono, proses rekrutmen kepemimpinan daerah belum mensyaratkan kandidat kepala daerah yang memiliki kecakapan seperti halnya sosok entrepreneur. Meski demikian, hal itu bisa diisi dengan improvisasi kepala daerah di tengah keterbatasan yang ada.

“Intinya, perlu kita mendorong supaya sektor publik atau politik bisa bertindak seperti corporate dalam melayani kebutuhan masyarakatnya,” ujarnya.

Ia menjabarkan, dahulu, pola kerja pemerintah hanya mengatur tapi tak melayani dan mencari solusi terhadap kebutuhan masyarakat. Dengan gagasan entrepreneur itu menyebabkan pemerintah daerah tak sekadar memerintah, dan lakukan rulling, tapi juga serving kepada publik. “Sehingga, fungsi-fungsi pemerintah tidak harus didominasi spirit leterlijk seperti dalam Undang-Undang yang kaku,” tuturnya.

Menurut Budi Setyono, Undang-undang diciptakan untuk melayani masyarakat itu sendiri. Yang penting dikedepankan bukan mampu melaksanakan Undang-Undangnya tetapi memenuhi kebutuhan masyarakatnya.

“Itu peluang untuk bisa menjadi political entrepreneur tetap ada dalam ranah hukum kita, walaupun tidak secara spesifik disebutkan,” katanya.

Dia menambahkan, persoalan ini menjadi kelemahan dalam sistem elite rekrutmen kita. Seringkali calon-calon politisi tumbuh begitu saja tanpa ada pengkaderan yang panjang. Sehingga, mereka gagal dalam problem identifikasi persoalan di daerahnya. Itu harusnya pengetahuan yang pupuk lama tetapi karena sistem rekruitmen kita belum ke arah sana kadang-kadanang Intuisi utk jadi political entrepreneur belum tentu tumbuh pada tiap kepala daerah.

“Ini perlu diperbaiki sistem rekruitmen sedemikian rupa sehingga calon kepala daerah paling tidak sudah engage dengan permasalahan-permasalan di daerahnya,” ujarnya.

DR H Mustofa SE MM (Bupati Kudus).

Sementara itu, menurut Bupati Kudus H Musthofa, political entrepreneur sebenarnya sudah lahir. Tak perlu menunggu. “Jangan menunggu. Political entrepreneur sudah lahir. Kenapa saya katakan sudah lahir. Saya, di Kudus sebelum menjadi politisi saya sudah menjadi entrepreneur,” ujar yang masa jabatannya akan selesai pada 14 Agustus 2018.

Menurut Musthofa, tujuan sebagai kepala daerah adalah untuk menyejahterakan rakyat. Sebagai salah satu upaya menyejahterakan rakyat adalah melalui pendidikan. Sebab, pendidikan menjadi kata kunci. “Sebaik apapun daerah kalau SDM tak maju maka daerahnya juga tak maju,” ujarnya.

Di Kudus, lanjut Musthofa, dirinya mencanangkan wajib belajar 12 tahun tak lagi 9 tahun. Dengan pendidikan memadai maka lulusan akan menjadi generasi yang terampil. “Kita sinkronkan wajar 12 tahun untuk menyiapkan sistem pendidikan yang link and match dengan kebutuhan industri,” ujarnya.

Bupati Musthofa Sosok Political Entrepreneur

Prof Andreas Lako (Ekonom Unika Supiyopranoto).

Prof Andreas Lako berpendapat, saat ini memang susah melahirkan political entrepreneur. Perlu proses panjang ke depan. Ia menekankan, di era revolusi industry 4.0 para kepala daerah juga mesti mengubah paradigma. Sebab, jika tidak maka orientasi memajukan juga akan lambat.

“Munculnya transportasi online dan dampak turunannya itu hanya riak-riak kecil. Namun, sayangnya pemerintah kita gagap,” ujarnya.

Dalam konteks kepala daerah, Prof Lako menilai, Musthofa menjadi salah satu kepala daerah yang berhasil sebagai seorang political entrepreneur. Hal itu dilihat dari angka-angka statistic dari BPS. “Pak Mus mampu ngemong masyarakat, antara lingkungan, masyarakat, industri, dan bagaimana sinergi antara masyarakat dan industri, Pak Mus berhasil,” ujarnya.

Siswady Jamaludin (Project Director PP Property).

Sementara itu, Project Director PP Property Siswady Djamaluddin menyatakan, dalam usaha PP Properti di bidang konstruksi, investasi, dan property berkembang cepat sekali. Sebelumnya, core bisnis-nya hanya di ranah kontraktor. “Melihat pesatnya perkembangan di daerah kami masuk investasi,” ujarnya.

PP Properti di Provinsi Jawa Tengah dalam 3 tahun terakhir khusus untuk masuk investasi di sektor properti di Kota Semarang. Ke depan PP Properti melirik wilayah Solo, Kendal, bahkan ke Kudus. “Saat ini, infrastruktur semakin terbangun dan konektivitas logistik yang agresif sekali sehingga ini membuka peluang,” ujarnya.

Ia berharap, pemerintah daerah mempermudah aturan perizinan dalam regulasi dan perda. Ini sangat krusial bagi investor. “Dengan adanya kemudahan kami terbantu. Karena kami juga memiliki tujuan untuk menggerakkan roda perekonomian daerah,” tandasnya. [Heri CS]

Ikuti Kami di Google News
Artikel sebelumnya[PhotoEvent] Panggung Civil Society April 2018
Artikel selanjutnyaKonflik Sosial Berbasis Agama Harus Diantisipasi, Ini Kata Jokowi