Merefleksi Spirit 73 Tahun Indonesia Merdeka, Sudahkah Kita Menjadi Negara Berdikari dan Berdaulat?

Semarang, Idola 92.6 FM – Apa arti kemerdekaan? Kemerdekaan adalah ketika negara meraih hak kendali penuh atas seluruh wilayah negaranya. Atau pada saat seseorang mendapat hak untuk mengendalikan diri sendiri tanpa orang lain atau tidak bergantung pada orang lain lagi. Bagi pejuang atau orang-prang yang hidup di masa penjahan, makna nyata dari kemerdekaan adalah lepasnya cengkraman penjajah dari bumi pertiwi.

Kemerdekaan dari cengkeraman penjajah sejatinya bukan hasil dari semangat berapi-api pekik “merdeka atau mati” di medan perjuangan fisik. Sebab, kalau semangat heroik saja maka warisan kita hanyalah taman makam pahlawan yang bertebaran di seluruh Nusantara. Atau, warisan yang lain tempat-tempat bersejarah yang menjadi saksi revolusi fisik para pejuang.

Bangunan kokoh Negara Kesatuan Republik Indonesia yang tegak adalah warisan jiwa merdeka para pendiri republik. Mereka melawan tidak dalam semangat radikal tetapi dalam kejernihan nalar. Jiwa merdeka melahirkan visi Indonesia “merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur” sebagaimana tertuang pada Pembukaan UUD 1945. Bersatu, berdaulat, adil dan makmur adalah tujuan Indonesia merdeka.

Sejak awal, Bung Karno sudah merumuskan bahwa kemerdekaan hanyalah jembatan emas. Tujuan pergerakan nasional kita mestilah mengarah pada pencapaian masyarakat adil dan sempurna, yang di dalamnya tidak ada lagi penghisapan. Artinya, masyarakat yang hendak kita tuju adalah masyarakat tanpa imperialisme dan kapitalisme. Pekik Bung Karno, “Hari depan Revolusi Indonesia bukanlah menuju kapitalisme dan sama sekali bukan menuju ke feodalisme, akan tetapi menuju ke Sosialisme yang disesuaikan dengan kondisi yang terdapat di Indonesia, dengan Rakyat Indonesia, dengan adat-istiadat, dengan psikologi dan kebudayaan Rakyat Indonesia.”

Jadi, itulah tujuan kita. Kemerdekaan nasional, kata Bung Karno, hanyalah jembatan menuju cita-cita itu. Pada 17 Agustus 1945 kita memang sudah memproklamirkan kemerdekaan nasional kita. Akan tetapi, seperti dikatakan Bung Karno, itu baru sebatas “kemerdekaan politik”. Kemerdekaan politik itu hanya “alat” untuk mencapai kemerdekaan sepenuh-penuhnya: kemerdekaan di lapangan ekonomi, sosial, dan budaya.

Lantas, merefleksi spirit 73 tahun kemerdekaan Republik Indonesia, apa sesungguhnya makna kemerdekaan paling nyata bagi kita sekarang ini? Sudah mampukah negara mengantarkan kita ke depan pintu gerbang kemerdekaan negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur? Pahlawan seperti apa yang relevan dibutuhkan bangsa dengan kondisi saat ini?

Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut dan merefleksi 73 tahun kemerdekaan RI dari berbagai bidang, Radio Idola Semarang berdiskusi dengan beberapa narasumber, yakni: Siswono Yudo Husodo (Ketua Yayasan Pembina Pendidikan Universitas Pancasila); Prof Dwi Andreas Santosa, MS (Guru Besar Fakultas Pertanian IPB); dan Abdul fickar Hadjar (Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti Jakarta). [Heri CS]

Berikut perbincangannya:

Ikuti Kami di Google News