Semarang, Idola 92.6 FM – Di tengah sorotan publik akan pelanggaran etik yang dilakukan ketua Arief Hidayat, Mahkamah Konstitusi (MK) mengetok palu putusan yang dinilai kontroversial. Dalam putusannya, MK menyatakan bahwa KPK merupakan bagian dari eksekutif sehingga merupakan obyek dari hak angket DPR. Putusan MK itu sesungguhnya juga bertentangan dengan putusan-putusan sebelumnya. Putusan itu yakni putusan atas perkara tahun 2006, 2007, 2010, dan 2011. Dengan keputusan yang mengikat ini pada masa yang akan dating, DPR kembali berpeluang bisa memanggil KPK melalui Hak Angket.
Empat putusan tersebut juga disinggung oleh empat hakim MK yang menyatakan disssenting opinion atau perbedaan pendapat dalam sidang putusan kemarin. Pada intinya, keempat hakim MK yang berbeda pandangan tersebut tetap menegaskan, KPK merupakan lembaga independen yang bukan berada di dalam ranah eksekutif, legislatif, dan yudikatif.
Mantan Ketua MK Mahfud MD menilai, dalam proses pembuatannya, Undang-undang yang baru dibentuk bisa menghapus UU lama namun, hal serupa tidak berlaku di pengadilan. Mahfud pun berpendapat, Pansus Angket KPK yang dibentuk DPR tak bisa menggunakan putusan MK terbaru ini sebagai legitimasi. Sebab, saat pansus dibentuk masih berlaku putusan MK sebelumnya dimana KPK bukan dianggap sebagai lembaga eksekutif.
Sementara itu, Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Adnan Topan Husodo menilai, putusan MK yang menolak uji materi atas gugatan para pegawai KPK seperti mengonfirmasi isu lobi politik Ketua MK Arief Hidayat dengan Komisi III DPR. Sebelumnya, ICW bersama para pemohon uji materi lain sempat mempersoalkan keabsahan pembentukan hak angket DPR terhadap KPK. Mereka mengajukan uji materi UU MD3 ke MK. Namun, setelah isu lobi politik antara Arief dan Komisi 3 DPR muncul, mereka mencabut gugatan.
Lantas, bagaimana menyelamatkan KPK– pasca putusan MK yang menyatakan bahwa KPK merupakan bagian dari eksekutif sehingga merupakan obyek dari hak angket DPR? Sebenarnya, ada apa di balik putusan kontroversial itu? Tidakkah putusan MK ini sebagai upaya memperlemah KPK di masa mendatang?
Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, Radio Idola 92.6 FM berdiskusi dengan dua narasumber, yakni: Abdul Fickar Hadjar (Pakar Hukum Universitas Trisakti Jakarta), dan Bivitri Susanti (Dosen Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera). [Heri CS]
Berikut Diskusinya:
Listen to 2018-02-13 Topik Idola – Abdul fickar Hadjar byRadio Idola Semarang on hearthis.at
Listen to 2018-02-13 Topik Idola – Abdul fickar Hadjar byRadio Idola Semarang on hearthis.at
Listen to 2018-02-13 Topik Idola – Bivitri Susanti byRadio Idola Semarang on hearthis.at
Listen to 2018-02-13 Topik Idola – Bivitri Susanti byRadio Idola Semarang on hearthis.at