Menangkal Godaan Korupsi, Berkaca Pada Banyaknya OTT Yang Melibatkan Kepala Daerah

Semarang, Idola 92.6 FM – Korupsi-Korupsi! Lagi-lagi Korupsi. Begitu sulitkah memberantas korupsi? Kita seolah menyaksikan sebuah pertunjukan bertajuk kontes korupsi secara berkala. Manakala satu oknum kepala daerah ataupun pejabat terjerat operasi tangkap tangan (OTT) oleh KPK dalam hitungan minggu atau bulan—kepala daerah lain pun terjerat.

Kasus terakhir yang menghebohkan dan berhasil diungkap KPK adalah skandal suap perizinan megaproyek prestisius Meikarta di Cikarang Bekasi. Tak hanya beberapa pihak LIPPO Group, KPK juga menangkap Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin dan beberapa kepala dinas. Kini mereka dan sejumlah orang di Pemkab Bekasi sudah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan sementara waktu. Total ada 9 orang tersangka dalam kasus ini.

Tertangkapnya Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin membuat daftar panjang kepala daerah yang terjerat korupsi. Tercatat, sejak KPK berdiri pada 2004, sudah ada 99 kepala daerah yang diproses hukum karena korupsi. Neneng disangka menerima suap atau hadiah terkait kepengurusan perizinan proyek Meikarta di Kabupaten Bekasi yang dilakukan PT Mahkota Sentosa Utama.

Atas kasus ini, Wapres Jusuf Kalla menilai, dorongan hidup mewah menjadi salah satu sebab kepala daerah melakukan korupsi. Sebab lainnya untuk membiayai ongkos politik yang relatif mahal. Di sisi lain, mekanisme pengajuan izin usaha juga masih banyak menyisakan celah untuk suap atau korupsi. Pengusaha memutuskan memberikan suap karena mereka ingin lebih cepat memperoleh izin usaha.

Lantas, bagaimana menangkal godaan korupsi, berkaca pada banyaknya OTT yang melibatkan kepala daerah dan aparatur sipil negara? Upaya menyeluruh seperti apa yang diperlukan untuk memberantas korupsi hingga akar-akarnya? Mekanisme perizinan usaha seperti apa idealnya yang mesti dibenahi untuk menutup celah terjadinya korupsi?

Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, Radio Idola Semarang berdiskusi dengan beberapa narasumber, yakni: Prof Dr Hibnu Nugroho (Guru Besar Hukum Pidana Universitas Jendral Soedirman (Unsoed) Purwokerto) dan Dr Arie Sudjito (Sosiolog/ Ketua Departemen Sosiologi FISIPOL UGM Yogyakarta). [Heri CS]

Berikut diskusinya:

Ikuti Kami di Google News
Artikel sebelumnyaPertamina Sumbang 18 Ribu Liter Air Bersih ke Rembang
Artikel selanjutnyaPemprov Jateng Terus Upayakan Konsultasi Dengan PUPR Terkait Tol Bawen-Yogya