Bagaimana Mengatasi Tingginya Pengangguran di Usia Muda di Tengah Menyongsong Puncak Bonus Demografi 2020-2030?

Semarang, Idola 92.6 FM – Institute for Development of Economic and Finance (INDEF) meramalkan kondisi ekonomi di tahun politik. Beberapa indikator menunjukkan ekonomi Indonesia masih lemah. Dalam Proyeksi Ekonomi Indonesia 2019 yang dikeluarkan INDEF baru-baru ini lembaga riset tersebut meramalkan ekonomi hanya tumbuh 5%.

Secara umum menggambarkan tantangan peningkatan kinerja perekonomian semakin tidak ringan. Tantangan dari eksternal alias global masih cukup berat. INDEF Mencatat setidaknya 3 tantangan yang harus dihadapi Indonesia. Pertama, meluasnya eskalasi perang dagang. Kedua, kenaikan suku bunga acuan AS serta bunga global. Dan Ketiga, fluktuasi harga minyak dunia.

Sementara, nilai tukar rupiah diproyeksikan masih berada di atas Rp15.000/US$. INDEF melihat nilai tukar rupiah terhadap dolar AS akan berada di Rp 15.250/US$. Ada 4 poin yang menyebabkan rupiah masih cukup lemah tahun 2019. Di antaranya karena melebarnya neraca defisit transaksi berjalan, berlanjutnya isu perang dagang, dan hiruk pikuk Pilpres 2019 yang akan mewarnai persepsi investor di pasar uang terhadap stabilitas politik. Sementara untuk kemiskinan dan pengangguran diramal akan terjadi kenaikan.

Angka kemiskinan bakal kembali double digit di angka 10% setelah pada September 2018 berada di 9,8%. Sedangkan angka pengangguran bakal naik ke 5,3% setelah data terakhir menunjukkan berada di 5,1%. Kemiskinan faktor utamanya, harga sejumlah kebutuhan pokok yang naik dan efektifitas program juga menjadi salah satu penyebab utama relatif masih tingginya tingkat kemiskinan tahun depan. Sementara pengangguran sulit turun karena semakin menurunnya kualitas pertumbuhan ekonomi dalam menyerap tenaga kerja. Sebagai akibat stagnasi pertumbuhan sektor-sektor tradable.

Lantas, apa tantangan terbesar kita di tahun depan, sehingga kondisinya sepertinya masih sulit—belum berangsur tumbuh signifikan? INDEF memperkirakan pengangguran bakal naik ke 5,3% setelah data terakhir menunjukkan berada di 5,1%. Apa faktornya? Terobosan yang mesti dilakukan pemerintah? Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, Radio Idola Semarang mewawancara Pengamat Ekonomi dari Institute for development of Economics and Finance (INDEF) Ahmad Heri Firdaus. (Heri CS)

Berikut wawancaranya:

Ikuti Kami di Google News
Artikel sebelumnyaBagaimana Mengefektifkan Penggunaan APBN/APBD dan Menyelamatkan Uang Negara dari Penyalahgunaan dan Pemborosan?
Artikel selanjutnyaGanjar: Ayo Urus Izin Produkmu Biar Tidak Dikatakan Ilegal