Terkait Angkutan Online, Kemenhub Terapkan Tarif Batas Atas dan Bawah

Semarang, 92,6 FM-Sesuai dengan amanat dari peraturan Mahkamah Agung (MA) terkait pembatalan sejumlah pasal di Permenhub Nomor 26 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang Dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) langsung merevisi peraturan, agar tidak terjadi kekosongan hukum.

Sekretaris Jenderal Kemenhub Sugihardjo mengatakan pihaknya memerhatikan dinamika yang berkembang di masyarakat, sehingga perlu ada langkah-langkah konkrit sebagai payung hukum terkait persoalan angkutan konvensional dengan angkutan online. Revisi aturan tu secara baku akan berlaku pada 1 November 2017 nanti.

Salah satu yang menjadi penekanan dalam revisi Permenhub Nomor 26 Tahun 2017 itu, dengan mengatur tarif batas atas dan bawah berdasarkan kesepakatan penyedia jasa dan pengguna jasa. Selain itu, penyedia jasa harus berbadan hukum, misalnya berupa perseroan terbatas (PT) atau koperasi.

Tarif batas atas dan bawah yang diatur, jelas Sugihardjo, dibagi menjadi dua wilayah. Yakni wilayah satu meliputi Pulau Sumatera, Jawa dan Bali. Tarif batas atasnya sebesar Rp6 ribu per kilometer dan bawahnya Rp3.500 per kilometer.

Sedangkan wilayah dua meliputi Pulau Sulawesi, Kalimantan, Nusa Tenggara dan Papua. Tarif batas atasnya sebesar Rp6.500 per kilometer dan batas bawahnya Rp3.700 per kilometer.

“Batas atas bawah ini semacam koridor yang ditetapkan Dirjen Kemenhub, atas usulan gubernur dan kepala BPJT. Jadi, sebagaimana Permenhub 26 itu supaya tidak terlalu bervariasi batas atas dan bawahnya,” kata Sugihardjo.

Menurutnya, dengan adanya pengaturan tarif batas atas dan bawah itu untuk melindungi kedua belah pihak. Tarif batas atas untuk melindungi konsumen, sehingga bisa mendapatkan fasilitas kualitas pelayanan dan juga asuransi. Sedangkan tarif batas bawahnya, lebih melindungi penyedia layanan bisa melakukan perawatan kepada armadanya.

“Tarif batas atas dan bawah ini berlaku tidak hanya untuk angkutan online saja tapi juga yang konvensional. Sehingga, kompetisi yang terjadi lebih sehat dan tidak perang harga,” ujarnya.

Lebih lanjut Sugihardjo menjelaskan, khusus untuk angkutan online ada aturan yang mengharuskan berbadan hukum. Di samping itu, armada yang dipakai juga harus memasang stiker sebagai penanda angkutan online. (Bud)

Ikuti Kami di Google News
Artikel sebelumnyaPemprov Siapkan Lokasi Lain Jateng Park Jika Hutan Penggaron Gagal Dipakai
Artikel selanjutnyaBPR-BKK Dalam Kondisi “Sakit” Harus Dipisahkan Dengan Yang Sehat