Menuju Bukit Bibi
Terletak di ketinggian 1.200 mdpl membuat air sulit didapat ketika musim kemarau. Padahal air bersih merupakan kebutuhan vital yang tak bisa diabaikan. Terlebih lagi, tak jauh dari desanya, ada sumber mata air yang bisa mencukupi kebutuhan warga. Inilah alasan Boim, dan warga setempat, membuat pipa saluran air untuk mengalirkan air dari lereng Bukit Bibi. “kami akhirnya membangun pipa untuk mengalirkan air dari lereng Bukit Bibi ke rumah-rumah warga. Untuk ongkos perawatan pipa, warga hanya dipungut biaya 4 ribu rupiah per KK”, jelas Boim disela-sela menyambut kedatangan kami.
Untuk melihat kondisi sumber mata air dan pipa saluran air, kami pun akhirnya menuju lereng Bukit Bibi. Dengan jarak sekira 2,5 km dari permukiman warga, kami tetap semangat meskipun saat itu-terik matahari tepat di atas kepala kami. Semilir angin sejuk, menyertai rombongan kami yang berjumlah 11 orang terdiri dari relawan PMI, relawan SIBAT, dan jurnalis. Kami menyusuri jalan setapak dengan medan naik turun melintas diantara hutan pinus, dan rumput-rumput liar. Dipandu oleh Boim dan relawan SIBAT lainnya, perjalanan kami makin menantang. Sesekali kami harus meloncat dari batu satu ke batu lain di sungai yang sudah tak ada airnya lagi. Saat melintas perlu ekstra hati-hati agar tak terpeleset. Beruntung cuaca siang itu sangat cerah, sehigga jalan setapak yang dilewati dalam kondisi kering alias tidak becek.
Hampir 90 menit kami berjalan. Sesekali berhenti untuk melepas lelah, sambil menikmati hamparan rumput, dan pepohonan di kejauhan. Hingga akhirnya, rombongan tiba di lereng Bukit Bibi, tempat sumber mata air. Lega rasanya.
Di tempat ini, kami melihat, mengamati proses sumber mata air itu ditampung hingga disalurkan melalui pipa agar sampai di rumah warga. Sejauh pantauan kami, kondisi pipa masih bagus. Bahkan baru-baru ini, warga mendapatkan bantuan pipa sepanjang 800 meter untuk mengganti jaringan pipa air bersih yang lama, dari PMI Kabupaten Boyolali.