Pengakuan
Keterlibatan Sikdam dalam banyak kegiatan sosial, baik terkait disabilitas maupun tidak, membawanya ke kancah internasional.
Tahun 2013 dia mewakili Indonesia di Konferensi Global Pemuda Penyandang Disabilitas di Kenya, Afrika. Tahun itu dia juga membentuk Disabilities Youth Centre Indonesia dan menjadi ketuanya.
Lembaga swadaya beranggotakan ribuan penyandang disabilitas usia 12-30 tahun dari Aceh sampai Papua itu dibentuk untuk membela kepentingan kaum difabel.
Tahun 2014, bulan Februari dia mendapat International Award for Young People dari Pangeran Philip dan pada Agustus menjadi salah satu pembicara di International Youth Day Conference, dan pada Oktober menjadi pembicara di Indonesian Youth Conference.
Bulan Juli 2015, dia mengikuti International Study Program 2015 di Korea Selatan dan dua kali berkesempatan menyampaikan pidato tentang disabilitas di hadapan parlemen Korea Selatan.
Pada November 2015, dia berpidato di depan Keluarga Kerajaan Inggris. Tahun ini dia juga mewakili pemuda Indonesia dalam International Conference of Family Planning 2015 di Nusa Dua, Bali.
Dalam konferensi itu, Sikdam akan terlibat dalam sesi pertemuan bersama para pemimpin dunia. “Saya akan bersuara lantang tentang disabilitas,” ujar dia.
Sikdam merasa lebih banyak mendapatkan tempat untuk menyuarakan kepentingan kaum difabel di kancah internasional ketimbang di dalam negeri.
“Padahal saya sangat ingin menyuarakan tentang disabilitas di Indonesia, kalau bisa bertemu menteri, DPR atau kalau tidak DPRD saja pun tidak masalah. Namun anggota dewan lebih senang membicarakan masalah-masalah yang tidak penting,” tutur Sikdam, yang dua kali seminggu mengajar Bahasa Inggris di sebuah sekolah menengah atas.
Pengalaman berkeliling dunia menyuarakan kepentingan penyandang disabilitas membuat Sikdam menyimpulkan bahwa Indonesia tidak ramah terhadap kaum difabel dengan pola pikir masyarakat yang cenderung diskriminatif dan pemerintah yang kurang peduli.
Padahal, menurut pria yang gemar membaca buku biografi tokoh dunia itu penyandang disabilitas bisa menjadi aset berharga jika pemerintah peduli dan memberikan perhatian yang dibutuhkan.
“Kalau negara peduli, penyandang disabilitas bisa menjadi aset berharga. Jangan jadikan kami sebagai objek proyek saja,” katanya.
Namun dia meminta penyandang disabilitas tidak berkecil hati dengan kondisi dalam negeri saat ini. Ia ingin mereka tetap menjaga harapan dan tidak pernah meninggalkan cita-cita.
“Yakinlah Tuhan pasti memberikan jalan. Yang Maha Esa tidak akan mengubah nasib sebelum kita berusaha mengubah nasib kita sendiri. Mari tunjukkan prestasi!” kata Sikdam. (Doni Asyhar)