Semarang, Idola 92.6 FM – Propaganda merupakan senjata ampuh dalam setiap pemilihan politik. Hal itu pun terjadi dalam pelaksanaan Pilkada Serentak 2017 lalu. Jika pemilu-pemilu sebelumnya belum hadir media social, kini media sosial begitu masif menjadi medium ampuh menjadi senjata parpol dalam berpropaganda. Namun, sayangnya, yang banyak terjadi media social justru menjadi sarana saling serang dan caci maki, bahkan kerap menjadi sarana memviralkan berita bohong atau hoax.
Berkaca pada Pilkada serentak lalu, salah satu yang mengemuka adalah media social semakin berperan dalam memengaruhi preferensi calon pemilih. Namun, pengaturan media sosial dalam tahapan-tahapan pilkada serentak masih terbilang minim. Peraturan KPU Nomor 12 tahun 2016 tentang Kampanye Pilkada yang menjabarkan UU Nomor 10 tahun 2016 tentang Pilkada hanya mengatur soal kewajiban pasangan calon mendaftarkan akun resmi di media social kepada KPU setempat. Atas ini semua, muncul wacana untuk mengatur lebih rinci penggunaan media sosial dalam pelaksanaan pilkada.
Nah, berkaca pada pelaksanaan pilkada serentak 2017, perlukah pengaturan lebih rinci penggunaan media sosial? Jika diperlukan, bagaimana mengontrol penggunaan media social untuk pilkada atau pemilu agar pelaksanaan demokrasi lebih bermartabat?
Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, Radio Idola 92.6 FM akan berdiskusi dengan beberapa narasumber, yakni: Wasisto Raharjo Jati (peneliti Politik Kelas Menengah LIPI) dan Masykurudin Hafidz (koordinator Jaringan Pendidikan Pemilih Untuk Rakyat (JPPR)). (Heri CS)