Pelibatan Presiden Dalam Pemilihan Rektor Berlebihan

Semarang, Idola 92.6 FM – Pelibatan langsung presiden dalam pemilihan rector dinilai berlebihan. Hal ini akan menuai intervensi dan rentan politisasi. Demikian dikemukakan Wakil ketua Forum Rektor Indonesia (FRI), Prof Asep Saefuddin saat diwawancara Radio Idola dalam diskusi “Good to Great” Selasa (6/6) pagi.

Menurut Prof Asep, pelibatan langsung presiden dalam pemilihan rektor terlalu jauh. Lebih baik posisi presiden seperti sekarang ini yakni terkait pemilhan rektor diserahkan ke kementerian Ristek dan Dikti.

“Tetapi, tidak berarti bahwa menteri tidak berkonsultasi dengan presiden. Itu normal. Tetapi, dalam pelibatan langsung presiden terlalu jauh,” ujar rektor Universitas Trilogi Jakarta ini.

Prof. Asep Saefuddin.

Diketahui, pemilihan rektor ke depan diwacanakan akan dipilih langsung oleh presiden. Nantinya, rektor akan melalui serangkaian seleksi dan tes sampai akhirnya dipilih oleh presiden. Hal itu pun menuai pro dan kontra. Ini mengemuka setelah sebelumnya terungkap seorang pemimpin fakultas atau dekan sebuah perguruan tinggi anti-Pancasila dan mendukung ISIS. Selain itu, pemerintah juga melihat ada gerakan-gerakan yang dinilai sudah tidak sejalan dengan nilai Pancasila dan salah satunya berasal atau lahir dari perguruan tinggi.

Syarat Calon Rektor Diperketat

Prof Asep menambahkan, sekarang ini, proses pemilihan rektor diserahkan pada senat universitas. Walaupun ada pola berbeda antara satu universitas dengan universitas lain. Untuk perguruan tinggi berbasis hukum seperti Universitas Indonesia (UI), Institut Pertanian Bogor (IPB), Institut Teknologi Bandung (ITB), Universitas Gadjah Mada (UGM), dan Universitas Airlangga (Unair), itu ada Majelis Wali Amanah.

“Jadi, begitu senat sudah memilih 3 calon rektor yang terbaik menurut proses demokrasi di senat, maka tiga orang itu dikirim ke majelis wali amanah. Nah, tiga orang wali amanah itu, di disitu ada menteri,” ujarnya. Menurut Asep, mekanisme pemilihan rektor saat ini sudah ideal.

Terkait dengan antisipasi gerakan anti Pancasila di kampus, Asep bisa memahami kegelisahan pemerintah. Kampus merupakan tempat pendidikan generasi muda. Ia juga mengkhawatirkan jika kampus dijadikan ajang pengkaderan aliran yang tidak sesuai dengan pancasila dan NKRI.

“Untuk itu, upaya bisa dilakukan dengan pemberian syarat bagi calon rektor. Selain berketuhanan yang maha esa juga mesti berkomitmen pada NKRI dan Pancasila,” ujarnya.

Abdul Fikri Faqih.

Dia mengungkapkan, terkait dengan NKRI dan Pancasila pemerintah memang harus tegas. Tidak ada kompromi dengan hal-hal mendasar. Namun, di dalam demokrasi di perguruan tinggi, Menristek dan Dikti memang harus secara penuh memperhatikan semuanya. Proses pemilihan rektor jika tak diperhatikan secara penuh bisa saja ada yang lewat. “Jika awal-awal sudah ditemukan rekam jejak calon rektor yang tak beres bisa segera dieliminir,” katanya.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi X DPR RI Abdul Fikri Faqih mengatakan, tidak sependapat dengan presiden terlibat langsung dalam pemilihan rektor. Rektor cukup ditangani institusi menteri berwenang yakni Kementerian Ristek dan Dikti. Presiden tak perlu ikut terlibat langsung. “Bahkan, tidak hanya sektor pendidikan tapi sub sektor pendidikan tinggi. Bisa dibayangkan kalau semua sub sektor ditangani presiden. Manajemen model apa jika semua urusan ditangani presiden, “ ujar politisi PKS ini. (Heri CS)

Ikuti Kami di Google News