Semarang, Idola 92.6 FM – Kondisi saat ini, kemajemukan manusia dan budaya Indonesia menghadapi tantangan berat dengan menguatnya politik aliran dan sektarianisme. Untuk menguatkan anyaman kebangsaan, penerimaan akan kemajemukan dinilai perlu dilakukan seiring penguatan keadilan social dan ekonomi. Fenomena menguatnya politik aliran dan sektarianisme ini juga terjadi secara global karena terjadinya krisis ekonomi politik.
Demikian mengemuka dalam Diskusi tentang Kemajemukan dan Keadilan yang digelar Forum Kajian Antropologi Indonesia (FKAI) baru-baru ini di Jakarta. Menurut Dirjen Kebudayaan Hilmar Farid yang menjadi pembicara kunci dalam forum ini, fenomena Brexit atau keluarnya Inggris dari Uni Eropa dan kemenangan Donald Trump yang anti imigran di Amerika Serikat, makin menunjukkan menguatnya ketidakpercayaan pada kemajemukan. Penolakan paradigma multikulturalisme ini disebabkan adanya krisis ekonomi politik dan ketidakadilan yang melebar.
Lantas, bagaimana mendorong penguatan keadilan sosial dan ekonomi di tengah Kemajemukan dan sektarianisme? Benarkah, penolakan paradigma multikulturalisme ini disebabkan adanya krisis ekonomi politik dan ketidakadilan yang kian melebar di segenap penjuru dunia? Lalu, apa strategi kita untuk bisa keluar dari situasi ini?
Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, nanti kita akan berdiskusi bersama dengan beberapa narasumber yakni: Peneliti di Forum Kajian Antropologi Indonesia (FKAI) Geger Riyanto dan Ahli Genetika dari Lembaga Biologi Molekuler Eikjman Prof Herawati Sudoyo Supolo. (Heri CS)