Ketulusan Ulus Pirmawan Mencetak Petani Sejahtera

Ulus Pirmawan. (photo: kompas)

Kisah Ulus Pirmawan mencetak petani sejahtera berawal dari kegalauanya melihat nasib petani. Dalam obrolan bersama Radio Idola (Kamis 19/1), Ulus mengatakan, dulu sosok petani selalu tak di anggap.

“Dilirik oleh sudut mata pun nggak, karena di anggap kotor,” ujarnya via telpon dalam acara pagi Good to Great. “Saya mau menghilangkan image itu, bahwa petani bahkan bisa lebih sejahtera,” tambahnya.

Ulus yang memang berasal dari keluarga petani ini ingin merubah petani menjadi pengusaha tani. Menurutnya, yang harus di rubah adalah mindset, dari mind set petani menjadi mindset pengusaha tani. Itu akan merubah manajemen usaha sehingga menjadi lebih rapi, dan pada ujungnya hal itu akan meningkatkan kesejahteraan petani. (Doni Asyhar)

Berikut perbincangan Radio Idola bersama Ulus Pirmawan:

Sebetulnya, Ulus Pirmawan tak pernah mengenyam pendidikan tinggi. Dia hanya sekolah sampai tamat SD. Namun, puluhan tahun berkutat di kebun, membuat ia tertempa sebagai petani tangguh.

Uniknya, keinginan Ulus jadi petani tak datang begitu saja. Awalnya, ia jadi pengepul hasil panen kebun orangtuanya sendiri. Usianya baru 17 tahun kala itu. Pandai mencari relasi dan pasar, ia dipercaya menjual hasil panen petani lainnya.

Kondisi itu membuatnya tertantang. Pada 2000, ia mulai belajar bertani. Minim pengalaman, ia banyak bertanya kepada petani senior. Sejumlah praktik lapangan dilakukan sendiri. Tak semuanya berhasil. Pemberian pupuk yang tidak tepat hingga pengolahan lahan yang keliru membuat Ulus didera kegagalan. Namun, Ulus tak putus asa hingga hasilnya berbuah manis. Misalnya, usahanya mengenalkan baby buncis, yang kini jadi andalan petani Gandok. Hingga 2005, baby buncis tak dikenal petani. Padahal, saat itu baby buncis sangat diminati konsumen Singapura dan Eropa. Dia pun meraih Anugerah Produk Pertanian Berdaya Saing 2014 dari Kementerian Pertanian Tahun 2014.

Ulus kerap diundang jadi pembicara di beragam acara pertanian dalam dan luar negeri. Produsen di bidang pertanian asal Belanda dan Jerman kerap menggunakan jasa Ulus mempromosikan keunggulan produknya. Perguruan tinggi yang membuka jurusan pertanian juga terinspirasi. Banyak peneliti, dosen, dan mahasiswa belajar kepadanya.

Ketulusan Ulus juga memberi manfaat bagi warga Gandok. Universitas Padjadjaran membuat gondola elektrik pengangkut sayur untuk petani Gandok pada 2014. Pemerintah Kabupaten Bandung Barat juga membuat jalan bagi usaha tani. Tahun ini, dari target 2 kilometer baru rampung 450 meter. Kedua sarana itu efektif meringankan biaya angkut hasil panen atau bahan pertanian petani, dari awalnya 10.000 per kilogram menjadi hanya Rp 100 per kilogram.

“Harapan saya sederhana, ingin memunculkan petani sebanyak-banyaknya,” katanya.

Salah seorang yang kepincut adalah Rizky Maulana (21), lulusan institut pertanian ternama. Dia datang pertama kali ke Gandok saat kampusnya melakukan kerja praktik lapangan sekitar setahun lalu.

“Hingga saat itu, saya tidak pernah tertarik menjadi petani meski kuliah di jurusan pertanian,” kata Rizky yang sejak tiga bulan terakhir belajar bertani di Gandok. Kini, pemahamannya berubah setelah bertemu Ulus. Ia melihat pertanian punya masa depan cerah. Kuncinya, petani harus rajin dan penuh inovasi. (Sumber: Kompas)

Ikuti Kami di Google News
Artikel sebelumnyaAKDPP Minta DKPP Beri Sanksi ke Panwaslu Pati Karena Dinilai Tidak Profesional
Artikel selanjutnyaKuatkah Modal Sosial Masyarakat Menghadapi Isu-isu Perpecahan