Faktor Tradisi Dan Ekonomi Picu Pernikahan Usia Anak

Bergerak melalui Forum KPAD

Kemudian, ia bersama sejumlah warga mencoba melawan budaya itu melalui pembentukan KPAD Desa Menoro pada Juni 2015 yang diinisiasi Plan Internasional Indonesia. ”Melalui forum Yasinan, pengajian, PKK, sekolah, maupun pendekatan kepada orangtua, kami menyosialisasikan agar menikahkan anaknya setelah berusia 18 tahun,” kata Kumiati.

Kepada masyarakat, dia menyampaikan, dari perspektif perlindungan anak, kehamilan di bawah usia 20 tahun cukup berisiko, mengingat ada potensi ketidaksiapan organ reproduksi. Hal itu dapat menjadi penyumbang kematian ibu hamil di bawah usia 20 tahun.

Ia menambahkan, dengan perkawinan usia anak, tingkat perceraiannya cukup tinggi. Kurang dari lima tahun usia pernikahan, mereka sudah bercerai. “Alasannya pun beragam, ada yang hanya menjadi pelarian, ada pula yang memang secara psikologis belum matang.”

Tak Keluarkan Izin bagi Calon Pengantin Usia Anak

Sementara itu, pengurus KPAD Desa Woro, Kecamatan Kragan, Suwito dan Daerobi mengatakan, KPAD terbentuk pada 2009, pihaknya terus berupaya menekan perkawinan usia anak. Bahkan, kepala desa tidak mau mengeluarkan surat izin jika diketahui usia yang mengajukan surat untuk mengurus pernikahan masih berusia anak.

“Hingga ada kasus, ada orang yang tidak diberikan surat, maka orang tersebut pindah domisili yang kepala desanya mau memberikan surat,” ujarnya.

KPAD Desa Woro maupun Menoro pun melibatkan anak-anak dalam berbagai kegiatan. Di antaranya sosialisasi tentang bahaya menikah di usia anak, mengajak berkegiatan positif seperti pembuatan mading, berkesenian, hingga membentuk organisasi seperti Aliansi Remaja Independen, serta Lembaga Perlindungan Anak Rembang (LPAR).

Pemerintah desa pun mendukung dengan memberikan anggaran untuk kegiatan KPAD. “Di Desa Menoro diberikan anggaran Rp25 jutaan, di Desa Woro Rp 18 jutaan,” imbuh aktivis KPAD Woro, Didik.

Sementara itu, Kepala Seksi Pemberdayaan Kantor Urusan Agama Kementerian Agama Wilayah Jawa Tengah Agus Suryo Suripto, menjelaskan, sesuai undang-undang pernikahan, syarat minimal perempuan menikah adalah di usia 16 tahun. “Namun, ada ribuan pasangan nikah yang menikah pada usia di bawah 16 tahun,” kata Agus di sela acara ‘’Diseminasi Hasil Baseline dan Lokakarya bersama Jurnalis tentang Perkawinan Anak dan Kehamilan Remaja’’ di Hotel Pandanaran Semarang, Selasa (18/4).

Nikah di bawah umur itu pun banyak didominasi oleh anak perempuan. Kecenderungan anak mengajukan nikah di bawah umur sebagian besar disebabkan kehamilan yang tak diinginkan. Selain itu, karena tradisi, sebab ada beberapa keluarga yang cenderung menikahkan anaknya di usia remaja.

”Ada orang tua yang punya anak perempuan sekolah SMA, begitu lulus langsung dinikahkan. Hal itu sebagai upaya preventif daripada nanti melakukan perbuatan yang tidak diinginkan. Ini rata-rata di daerah pesisir Jateng, seperti Rembang, Pekalongan,” katanya.

Pihaknya pun mencatat, selama 2016 ada sebanyak 3.409 peristiwa pernikahan di bawah umur. Dari Januari – April 2017 ini sudah mencapai 715 peristiwa pernikahan di bawah umur.

Next “Perlu Peran Serta Banyak Pihak”

Ikuti Kami di Google News