Politik Mahar Ciderai Pilkada
Menurut Budi Setyono, terkait substansi pilkada, ada potensi untuk pembelokan atau pengurangan aktualisasi kedaulatan rakyat. Ada dua aspek yang menyebabkan kedaulatan rakyat termanivestasi dengan baik. Pertama, proses penentuan kandidat di partai politik yang biasanya masih diwarnai politik mahar atau pemberian mahar kepada partai politik pengusung.
“Dalam hal ini, biasanya yang dipilih bukan sosok yang memiliki integritas dan kemampuan melayani rakyat dengan baik serta teruji kualitasnya, tapi mereka yang mampu membayar mahar tinggi,” kata akademisi yang juga pembantu Rektor III Undip Semarang.
Faktor kedua, menurut Budi, adanya kapitalisasi investasi politik. Mestinya rakyat memiliki daulat penuh dan independen dalam menentukan pemimpinnya. Tak dipengaruhi oleh pihak lain. “Tapi, pada kenyataannya, sekarang belum begitu termanivestasikan, yang lebih berbicara justru suara uang,” ujar Budi di hadapan puluhan peserta diskusi dari berbagai kalangan itu.
Terkait demokrasi substansi, Budi melihat, belum nilai pilkada yang berkualitas belum terpenuhi. Mekanisme Pilkada, merupakan seleksi kepemimpinan. Tapi sejauh ini kita melihat seleksi kepemimpinan masih terjadi secara instant. “Pemimpin-pemimpin yang muncul belum teruji secara riil, apakah saat menjadi bupati/ wali jkota, mampu menjalankan tugasnya dengan baik atau benar.”