Topic Of The Day: Nasionalisme Belum Selesai

Semarang, Idola 92.6 FM – Setiap kali peringatan kemerdekaan RI, kita selalu dihadapkan pada sebuah pertanyaan tentang makna dan bagaimana mengekspresikan nasionalisme. Menurut cendekiawan muslim Ulil Abshar Abdalla, makna nasionalisme tidak boleh dianggap selesai begitu saja. Harus diperbarui terus menerus. Seringkali kita menganggap nasionalisme sudah selesai, tetapi sebetulnya ada perkembangan baru yang membuat kita harus berpikir ulang.

“Apakah nasionalisme dalam pengertian keterikatan kita pada suatu negara secara spesifik? Apakah harus seperti itu? Sekarang kita menolak dwi kewarganegaraan. Itu terjemahan nasionalisme lama. Apakah masih relevan?” ujar Ulil kepada penyiar Nadia Ardiwinata dalam Panggung Civil Society Radio Idola 92.6 FM, (Kamis/18) pagi.

Ulil Abshar Abdalla.
Ulil Abshar Abdalla.

Berkaca dari kasus mantan Menteri ESDM Arcandra Tahar dan peserta Paskibra Gloria Natapraja Hame, menurut Ulil yang juga tokoh Islam Liberal di Indonesia, itu merupakan imbas dari aturan kewarganegaraan tunggal. Menurut Ulil, konsep kewarganegaraan tunggal yang diikuti selama ini adalah bagian dari terjemahan nasionalisme lama dan tak lagi relevan.

Di era global yang makin mendunia sekarang ini bukan lagi zamannya orang dihalang-halangi untuk berkiprah di sebuah Negara atau balik pada suatu Negara hanya karena masalah kewarganegaraan tunggal. “Sebab, Negara-negara lain sudah membuka kemungkinan itu,” ujarnya.

Dia mengungkapkan, sikap nasionalisme harus membuka diri kepada dunia yang makin mengglobal ini. Kita tidak bisa menerapkan nasionalisme yang sempit dan harus membuka diri. Ulil menyebut, yang perlu direfleksikan ulang, sekarang ini generasi baru makin menjadi warga dunia. Tentu saja mereka tetap menjadi bagian dari Indonesia dan daerahnya. “Mereka menjadi bagian dari keluarga global citizen bukan semata Indonesian citizen. Generasi kita juga menjadi keluarga kemanusiaan universal.”

Menurut Ulil, tantangan ke depan, satu kata kuncinya yakni nasionalisme yang berbasis pengetahuan. Kita tidak bisa menjadi bangsa yang tegak dengan kepala di hadapan bangsa lain kalau kita tidak punya pengetahuan yang baik. “Maka, pendidikan yang baik itu satu-satunya kunci kemajuan dan nasionalisme ke depan. Kalau nasionalisme tak dibarengi dengan ilmu pengetahuan dan science yang baik. Itu akan menjadi nasionalisme yang tak bermutu,” tandas Ulil. (Heri CS)

Dengarkan Podcast Perbincangan PCS Dengan Ulil Abshar Abdalla:

Ikuti Kami di Google News