Semarang, Idola 92.6 FM – Pasca-pemberhentian mantan Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar akibat status kewarganegaraan ganda, wacana pemberlakuan dwi kewarganegaraan mengemuka. Pro kontra pun mewarnai wacana tersebut. Terlepas dari kecerobohan pemerintahan, mereka yang pro mendorong revisi UU No 12/2006 tentang Kewarganegaraan. Perubahan dimaksud terkait dengan keinginan sejumlah pihak agar Indonesia juga menganut kewarganegaraan ganda. Aspirasi itu sering disampaikan oleh orang- orang Indonesia yang bermukim di luar negeri, baik yang berstatus warga negara lain, permanent resident maupun yang tinggal sementara. Mereka dengan segala pengalamannya adalah sumber daya yang suatu ketika bisa dimanfaatkan Indonesia.
Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Freddy Haris, berpendapat ada sejumlah keuntungan yang diperoleh pemerintah apabila ingin menerapkan kewarganegaraan ganda di Indonesia. Salah satunya, menambah pemasukan negara melalui devisa. Selain itu, pemilik dwikewarganegaraan dianggap dapat lebih mudah mengurus persoalan administrasi yang selama ini terhambat birokrasi. Sementara soal kerugian sistem kewarganegaraan ganda, tak menutup kemungkinan warga negara Indonesia terkait nantinya memilih menjadi warga negara lain yang lebih menguntungkan baginya. Hal itu misalnya terjadi pada sejumlah atlet Indonesia berprestasi yang memilih menjadi warga negara lain lantaran merasa tak diperhatikan negaranya sendiri. Oleh sebab itu, alih-alih langsung menerapkan dwikewarganegaraan, Indonesia mestinya membentuk karakter warga yang kuat lebih dulu, misalnya dengan membangun rasa bangga pada Negara.
Listen to 2016-08-22 Topik Idola – Narasumber Hikmahanto Juwana byRadio Idola Semarang on hearthis.at
Listen to 2016-08-22 Topik Idola – Narasumber Hikmahanto Juwana byRadio Idola Semarang on hearthis.at
Sementara itu, Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana menilai rencana penerapan kewarganegaraan ganda berpotensi menimbulkan persoalan sosial baru. Salah satunya adalah persoalan persaingan lapangan kerja antara antarmasyarakat asli dan pemegang dua kewarganegaraan. Potensi persoalan ini, perlu menjadi perhatian pemerintah ketika berencana menerapkan kewarganegaraan ganda. Penelitian dan kajian yang dilakukan harus sangat mendalam. Ia mengingatkan, jika pemerintah tetap ingin mengakomodasi sistem kewarganegaraan ganda, hal itu harus dilakukan secara selektif. Saat ini, UU Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan yang memperbolehkan secara terbatas bipatride saat di bawah usia 18 tahun, dinilainya sudah cukup. Sementara pakar manajemen Rhenald Kasali menggambarkan talent war telah menjadi fenomena global pada saat ini.
Menakar plus-minus wacana pemberlakuan Dwikewarganegaraan, apa plus-minus pemberlakuan dwikewarganegaraan bagi Indonesia? Mendiskusikan hal ini, Senin (22/8) pukul 07.00-09.00 WIB, Radio Idola 92.6 FM mengajak beberapa narasumber yakni: Prof Hikmahanto Juwana (Prof Gihik)-Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia, Refly Harun-Pengamat Hukum Tata Negara, Dino Patti Djalal-Chairman Dewan Diaspora Indonesia-Mantan Duta Besar Indonesia untuk Amerika Serikat, dan Tubagus Hasanuddin-Wakil Ketua Komisi I DPR RI dari Fraksi PDI-P (Komisi I membidangi: pertahanan, luar negeri dan informasi). (Heri CS)