Pemotongan anggaran transfer daerah dinilai bisa menyebabkan rencana dan komitmen di daerah buyar di tengah jalan. Hal ini menimbulkan persoalan serius bagi pemerintah daerah karena percepatan pembangunan tidak berjalan sesuai harapan rakyat.
Diketahui, pemerintah menetapkan pemotongan anggaran transfer daerah Rp 72,9 triliun atau 37,5 persen dari jatah anggaran untuk daerah yang tersisa pada September-Desember 2016. Langkah ini merupakan bagian dari skenario pemotongan anggaran belanja Negara September-Desember 2016 senilai Rp 137,6 triliun. Belanja kementerian dan lembaga Negara juga dipotong Rp 64,7 triliun. Skenario ini juga menjadi bagian dari dampak defisit anggaran primer APBN kita.
Merujuk pada harian Kompas (29/8) kemarin, Sekretaris Jenderal Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia Nurdin Abdullah menyatakan, pemotongan ini sangat berpengaruh terutama dana alokasi umum (DAU). Dana ini berkenaan dengan gaji dan tunjangan birokrasi. Menurut Nurdin yang juga bupati Bantaeng Sulawesi Selatan, pemotongan anggaran transfer daerah akan memengaruhi proyek yang sudah dilelang. Kalau proyek sudah dilelang, akan menjadi masalah. Apalagi sudah direncanakan dan disahkan DPRD tetapi tiba-tiba dipotong. Nurdin menyebut, kalau yang batal dibangun kantor bupati, rumah jabatan atau kantor dinas, tidak terlalu bermasalah. Tetapi, kalau menyangkut layanan kepada masyarakat, ini menjadi masalah.
Terkait potensi persoalan hukum, Nurdin meminta pemerintah pusat memberikan perlindungan kepada semua kepala daerah. Sebab, bukan tidak mungkin akan ada pihak yang mempersoalkan kepala daerah secara hukum atas penundaan proyek yang sudah dilelang atau sudah dalam pengerjaan fisik.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah Robert Endi Jaweng menyatakan, pemotongan anggaran oleh Kementerian Keuangan tentu mempertimbangkan tren penyerapan anggaran dan perencanaan yang tak akurat. Namun, perlu diketahui, kabupaten dan kota di Indonesia umumnya masih mengandalkan DAU. Sebesar 65 hingga 66 persen DAU digunakan untuk belanja birokrasi.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam rapat kerja di Komisi 11 DPR pekan lalu menyampaikan, pemotongan dana transfer daerah dan dana desa meliputi enam mata anggaran yakni dana bagi hasil, dana alokasi umum (DAU), dana alokasi khusus fisik, tunjangan profesi guru PNS daerah, dana tambahan penghasilan guru PNS daerah, serta dana desa. DAU misalnya, dipotong Rp 19,4 triliun.
Nah, menyoroti pemotongan anggaran transfer daerah Rp 72,9 triliun atau 37,5 persen dari jatah anggaran untuk daerah, Radio Idola 92.6 FM mengajak Anda untuk ikut urun rembug, berbagi pandangan dan bertukar pemikiran. Apa solusi yang harus ditempuh oleh pemerintah daerah dan pusat dalam mengantisipasi dampak dari pemotongan anggaran transfer daerah ini agar tidak menghambat pembangunan di daerah dan merugikan kepentingan masyarakat?
Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, kami akan berdiskusi bersama M. Nurdin Abdullah, Sekretaris Jenderal Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia dan Hendrawan Supratikno, Anggota Komisi XI DPR RI dari PDI-P. Komisi 11 membidangi: keuangan, perencanaan pembangunan nasional, perbankan, lembaga keuangan bukan bank. (Heri CS)
Berikut perbincangan khas Panggung Civil Society Radio Idola Semarang bersama M. Nurdin Abdullah dan Hendrawan Supratikno: