Semarang, Idola 92.6 FM – Perampingan birokrasi pemerintah daerah ditargetkan mencapai 25 persen dari kondisi yang ada saat ini.
Perampingan birokrasi daerah merupakan efisiensi untuk memberikan ruang fiskal bagi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang diharapkan bisa memberikan ruang tambahan bagi Kepala daerah untuk melakukan kebijakan.
Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Sony Sumarsono mengatakan, dengan perampingan struktur satuan kerja pemerintah daerah (SKPD) diharapkan bisa mengurangi belanja pegawai.
Namun, pemerintah masih menghitung berapa besaran SKPD dan belanja pegawai yang bisa dihemat dari langkah ini. Langkah efisiensi ini dimaksudkan untuk memberikan ruang fiskal di APBN.
Dengan lebih banyak uang yang dihemat, lebih banyak pula uang yang bisa digunakan pemerintah daerah untuk menjalankan kebijakannya.
Lantas, target perampingan birokrasi pemerintah daerah ini mampukah mewujudkan efisiensi bagi fiskal APBN dan perbaikan birokrasi kita?
Perampingan Birokrasi Atas Instruksi Presiden
Dalam Panggung Civil Society (PCS) Radio Idola, Kamis (6/10/2016) Sony Sumarsono mengatakan, proses perampingan birokrasi atas instruksi presiden guna percepatan pembangunan dan dilakukan untuk mewujudkan deregulasi dan debirokratisasi.
Menurutnya ada target yang penting guna perampingan ini, yaitu efisiensi dengan mengurangi belanja operasional pegawai yang mencapai 80 persen. Sehingga bisa memperbesar ruang fiskal APBN.
“Ini lah yang menjadi ruang fiskal. Target perampingan adalah memperbesar ruang fiskal, belanja modal diperbanyak, belanja operasional pegawai dikurangi,” ujarnya.
Ia menambahkan, dengan perampingan ini, dana yang ada bisa digunakan untuk hal-hal yang lebih produktif bagi pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
“Semua itu untuk pelayanan publik, kesehatan, pendidikan, imfrastruktur dan lain-lain daripada digunakan untuk seminar-seminar yang kurang efektif manfaatnya,” serunya.
Perampingan Karena Sistem Birokrasi Terlalu Gemuk
Sementara itu, menurut Direktur Eksekutif Komite Pemantau Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Endi Jaweng, perampingan ini harus dilakukan karena selama era otonomi daerah, sistem birokrasi masih terlampau (gemuk, red) dengan struktur yang masih kompleks.
Kemudian untuk mencapai segi efisiensi tidak mudah. Karena harus didukung sosok kepala daerah yang mempunyai komitmen kuat untuk mereformasi birokrasi.
“Kunci utama kita menuju efisiensi anggaran. Tapi langkah kesana tidak mudah. Di daerah sendiri kita perlu pemimpin dengan komitmen kuat mereformasi birokrasi,” katanya.
Perampingan Birokrasi Signifikan
Senada, pandangan Haris Fauzan dari Pusat Kajian Reformasi Administrasi, Lembaga Administrasi Negara (LAN) mengatakan bahwa niatan PP no 18 tahun 2016 tentang perampingan birokrasi memang sangat signifikan.
“Trend kedepan memang birokrasi harus ramping,” singkatnya.
Haris menambahkan, efisiensi anggaran bisa dicapai jika memiliki visi dan misi yang sama antara pemerintah pusat dan daerah.
“Untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dengan meningkatkan daya saing daerah itu harus melalui pembentukan SKPD yang efektif dan inovatif berdasarkan potensi daerah masing-masing,” tuturnya.
Menurut Haris, perlu adanya penggabungan agar tetap ramping namun kaya fungsi. Pemerintah daerah tidak serta merta harus satu SKPD. Pemda bisa mendesain sedemikian rupa terkait SKPD-nya.
Perampingan struktur satuan kerja pemerintah daerah (SKPD) diharapkan bisa mengurangi belanja pegawai. Namun, pemerintah masih menghitung berapa besaran SKPD dan belanja pegawai yang bisa dihemat dari langkah ini.
Langkah efisiensi ini dimaksudkan untuk memberikan ruang fiskal di APBN. Dengan lebih banyak uang yang dihemat, lebih banyak pula uang yang bisa digunakan pemerintah daerah untuk menjalankan kebijakannya.
Pembentukan SKPD menjadi gemuk ditengarai salah satunya karena selama ini ada indikasi pembentukan SKPD dibentuk hanya untuk mengakomodir tim sukses kepala daerah. Ke depan, Pemda mesti mempunyai persepsi yang sama dalam rangka mencapai visi tujuan daerah. (Heri CS)