Groundswell adalah hasil perpaduan tiga hal, yaitu manusia, tekhnologi, dan ekonomi. Hal pertama, manusia. Manusia selalu bergantung antara satu dengan yang lain. Manusia saling memberikan dukungan dan kekuatan.
Hal kedua, teknologi. Teknologi adalah tenaga pendorong ke dua groundswell setelah manusia. Teknologi telah mengubah cara manusia berinteraksi dalam banyak hal. Sebagai contoh adalah kegilaan orang-orang Indonesia untuk aktif di jejaring social, jauh melebihi negara-negara tetangg di Asia Tenggara.
Hal ketiga, ekonomi. Pertumbuhan kelas menengah Indonesia yang menembus angka 74 juta jiwa menurut The Boston Consulting Group, 2012 dan pengakses internet yang mencapai 88 koma 1 juta jiwa menurut APJI 2014, jelas mengindikasi kekuatan ekonomi yang ada dalam dunia digital Indonesia. Angka pengakses internet yang sangat tinggi ini menunjukan jika konsumen menghabiskan sebagian waktu mereka di internet dan waktu tersebut dapat diterjemahkan sebagai kesempatan untuk beriklan.
Tiga hal yang sudah disebutkan sebelumnya, yaitu manusia, tekhnologi dan ekonomi, ini menandakan bahwa gairah manusia untuk saling tehubung, tekhnologi baru yang interaktif, dan ekonomi digital telah menciptakan era baru.
Sekali lagi menurut Li dan Bernoff, inilah fenomena baru yang tumbuh dengan sangat cepat dan bernama groundswell. Groundswell dalam pandangan Li dan bernoff tidak hanya eksis tetapi juga tumbuh dan begerak cepat sehingga mencitakan tantangan besar bagi para perumus strategi perusahaan.
Li dan Bernoff menyampaikan bahwa perusahaan mampu melakukan simbiosis mutualisme dengan konsumen. Cara mencapai keuntungan bersama tersebut, antara lain melalui pengetahuan mengenai konsumen masa kini/ khususnya perilaku mereka di jejaring social.
Agar dapat memahami perilaku konsumen dengan teknologi social, Li dan Bernoff memperkenalkan sebuah alat yang mereka sebut sebagai Social Technographics Pofile. Memahami perilaku dan kesiapan konsumen merupakan tugas utama perusahaan sebelum menentukan tujuan dan strategi mareting perusahaan.