Kita sering mendengar jargon kalau hidup adalah pilihan. Dari bangun tidur hingga tertidur lagi kita selalu dihadapi pilihan. Bangun tidur, akan langsung mandi atau kembali tidur. Pergi keluar, akan pilih baju mana yang akan dipakai. Tidak hanya itu , pilihan-pilihan besar pun sering kita temui seperti akan kuliah dimana kita, akan bekerja dimana kita, akan menikah dengan siapa kita. Ketika kita membuat pilihan dalam hidup ini, tahukah kita apa saja yang menyebabkan kita memutuskan suatu pilihan? Tahukah kita, akibat dari pilihan tersebut? Apakah kita, punya kontrol terhadap setiap tindakan?
Terkait pilihan hidup dan pertanyaan-pertanyaan di atas, kehendak bebas (free will) dan determinisme merupakan dua konsep yang seringkali didebatkan untuk menjawab pertanyaan dasar tindakan dan pilihan. Hingga saat ini, kedua konsep itu masih kerap diperdebatkan.
Seorang determinis akan melihat pilihan yang dibuat seseorang dipengaruhi oleh peristiwa-peristiwa sebelunya. Misalnya seseorang memutuskan untuk menjadi Dokter, mungkin keputusan tersebut dikarenakan tuntutan keluarga atau lingkungan yang mengatakan Dokter itu pekerjaan yang keren.
Sebaliknya orang yang mempercayai kehendak bebas akan melihat pilihan yang dibuat seseorang berasal dari keinginannya sendiri. Setiap keputusan yang dibuat manusia terlepas dari peristiwa-peristiwa sebelumnya. Seseorang memutuskan untuk menjadi sastrawan, karena dia memang memilih hal tersebut. Tidak berhubungan dengan keluarga yang notabene sastrawan, atau karena dia kenal dekat dengan WS Rendra. Beberapa orang melihat kehendak bebas sebagai omong kosong yang diciptakan manusia. Keegoisan manusia untuk memutuskan rantai peristiwa yang dialaminya.
Terlepas dari perdebatan determinisme dan kehendak bebas serta kebenaran konsep, setidaknya ada hal yang dapat kita pelajari, manusia akan selalu bertempur dengan pilihan. Hanya kita sendiri yang dapat menentukan hasilnya. Associated Professor Andy Bangkit Setiawan Ph, D. Telah membuktikan hal tersebut, dan memperoleh kesuksesan dari pertempuran itu.
Associated Professor bukan jabatan yang didapatkan seseorang dengan mudah. Apalagi jabatan tersebut didapatkan oleh institusi peringkat atas dunia. Semakin bagus institusi pendidikannya, semakin ketat persaingan dan semakin sulit persyaratannya. Bung Andy, alumni FIB UI lulusan 2004 menunjukan pilihan dan perjuangannya sebagai pilihan yang tepat dan tidak sia-sia.
Pada awalnya, Bapak Andy sangat meminati astronomi. Nilai-nilai yang diperolehnya semasa SMA mendukungnya untuk bergelut dengan astronomi. Dia pun bercita-cita melanjutkan studi astronomi. Namun, beberapa hal yang mengganggu pikiran, membuat keputusannya berubah.
Jika mendengar ceritanya, siapa yang akan mengira perubahan keputusan untuk menekuni astronomi menjadi budaya Jepang akan menjadikannya pakar Intellectual History. Suatu tema yang dekat hubungannya dengan pendidikan. Dia mengajarkan para calon doktor Jepang untuk melihat masalah dan solusinya melalui pendekatan budaya dan antropologi.
Sebuah pilihan tidak mungkin serta merta membawa seseorang menjadi sukses, kecuali orang itu sangat teramat beruntung. Tidak mungkin, pilihan bapak Andy untuk masuk ke Fakultas Sastra Jepang UI mebawanya langsung ke jabatan Associated Professor. Pilihan itu hanya pintu gerbang sebelum proses perjalanan dimulai. Kebijaksanaan sang ayah yang membimbingnya untuk terus berjalan menuju sukses.
Kebijaksanaan seperti apa yang diwarisi sang ayah? Suatu persitiwa dan kata-kata si ayah memberikan pelajaran berharga dan kebijaksanaan kepada Andy. Semasa SMA, ketika hendak menentukan akan melanjutkan studi, sang ayah dipanggil guru Andy. Gurunya mempertanyakan pilihan Andy untuk melanjutkan kuliah di Sastra Jepang, padahal nilai-nilai eksak Andi sangat bagus. Sang Ayah hanya menjawab, “Kalau anaknya memilih itu, biarkan dia memilihnya.”
Kata-kata tersebut menjadi pelajaran berharga dan kunci yang mendorongnya untuk sukses. “Kalau kita tidak mengekang orang, atau memaksa seorang untuk memenuhi keinginan kita, dia akan belajar tanggung jawab,” kata Andi menjelaskan kebijaksanaan yang diperoleh dari kata-kata ayahnya.
Andy mengatakan, seseorang tidak akan menyalahkan orang lain, jika dia bertanggung jawab terhadap pilihan yang dibuatnya. “Yang saya salahkan adalah diri saya sendiri,” jelasnya menambahkan pembelajaran soal tanggung jawab yang Ia peroleh dari sang ayah kepada Idola.
Bagaimana bisa kegagalan dan tanggung jawab bisa mengantarkan seseorang menjadi sukses? Sigmund Freud, seseorang yang berpangurh dalam perkembangan psikologi pernah mengatakan bahwa dorongan utama manusia adalah mengurangi ketegangan. Penyebab ketegangan tersebut adalah perasaan cemas. Walaupun teorinya sudah dianggap ketinggalan zaman, namun masih tetap digunakan untuk menjelaskan beberapa fenomena perilaku, dan mungkin inilah jawaban untuk pertanyaan tersebut.
Berdasarkan penjelasan Freud, perasaan cemas karena takut gagal yang membuat Bung Andy, berusaha untuk memenuhi tanggung jawabnya. Ketakutan untuk mengecewakan kebijaksanaan sang ayah, yang menjadikan Andy sukses.
Simak lebih lengkap dan mendalam wawancara inspiratif kami dengan Bapak Andy Bangkit. (Yudhi Arunggani)